Saturday 1 October 2016

Imigran 109






+


Imigran Sebanyak 33 Pencari suaka Tiba di Isla de Navidad, Januari 2010, Sumber: http://www. heraldsun. com. au Sudah Banyak orangután Hilang di Baluchistán, sering terlalu, bahkan hingga jadi tak mengejutkan Lagi. Mayat-Mayat dibuang begitu saja di daerah Pegunungan terpencil atau bahkan jalanan kosong. Penuh Memar, tak jarang badán sudah terbelah jadi beberapa Bagian. bungkam medios de comunicación. Polisi juego de palabras berdiam hanya. Apapun bisa di terjadi Baluchistán, Pakistán Provinsi terbesar di yang tersohor karena Kekayaan sumber Daya mineralnya. Angkatan bersenjata Baluchistán bisa membunuh penduduk tak bersalah, párrafo profesor Dan Jurnalis hanya Untuk menjalankan misi balas dendam terhadap Pemerintah. Pemerintah juga seakan menutup Acceso a publikasi pemberitaan tentang Baluchistán. Seperti Saat mereka memblokir situs medios en línea berbahasa Inggris Pertama di sana, El Baloch Hal. pada awal noviembre de 2010. Tak sampai di situ, beberapa Jurnalis El Baloch Hal juego de palabras akhirnya terbunuh secara misterius. Oleh karena UIT, akhirnya Banyak warga Baluchistán yang melarikan diri-JAUH JAUH dari tempat kelahirannya. Mereka Pergi karena bosan dengan berbagai macam konflik Tiada henti. Hanya ketenangan yang mereka Cari. Wanita Baluchistán bertahan dentro kondisi perang de 2010, Sumber: http://www. dawn. com Setidaknya, itulah alasan Musa (22) yang membawanya Tiba di Indonesia pada Awal 2014 ini. Saya berasal dari Pakistán, tepatnya di Baluchistán. Di Sana ada Banyak kerusuhan. Anda bisa Pergi ke Pasar atau a centro perbelanjaan setiap harinya, Lalu Tiba Tiba-Muncul kerusuhan dan pembunuhan, Jelas Musa. Oleh karena UIT, Keluarga Musa memutuskan Untuk mengumpulkan uang semampu mereka Untuk membawa Musa Pergi dari Pakistán dan mencari suaka ke Australia. Dengan membayar jasa calo sebesar 10.000 de Estados Unidos, dia Pergi dengan Pesawat Menuju Tailandia dengan waktu perjalanan kurang Lebih lima mermelada. sesaat tránsito Setelah, perjalanan kembali dilanjutkan ke Indonesia Selama Tres mermelada. Tinggal agen bayar saja ke, dia yang mengurus segalanya, ticket, prosedur, dan lainnya. Saya tinggal berangkat saja. Kalau murah Ingin Lebih, Anda bisa membayar 6.000 estadounidense Dan menggunakan perahu Untuk Pergi dari Pakistán, Ujar Musa kembali. Namun, Pergi menggunakan perahu memiliki risiko sendiri. Waktu perjalanan yang ada menjadi JAUH Lebih lama dan risiko perahu bermasalah atau tenggelam di tengah Jalan selalui menghantui. Walau begitu, hal tersebut tak mengurangi minat párrafo Pencari suaka Untuk datang ke Indonesia. Indonesia memang tempat perhentian yang Strategis sebelum menyeberang ke negeri kangguru. Banyak orang yang datang dari negara bermasalah Untuk mendapat Perlindungan internasional sehingga bisa di menetap Australia dengan mengurusnya Lewat Badan Urusan Pengungsi PBB (ACNUR) Cabang Indonesia. Rute migrasi párrafo Pencari suaka, Sumber: Human Rights Watch Dalam keterangan di situs resmi ACNUR, dijelaskan perbedaan mendasar Antara Pencari suaka dan pengungsi. Pencari suaka adalah seseorang yang mengakui bahwa dirinya adalah pengungsi, TAPI belum dievaluasi secara définitif (sebagai pengungsi), tulis ACNUR. Para Pencari suaka yang ada di Indonesia Akan Didata oleh ACNUR, dan diberikan Kartu identitas tanda pengungsi. Setiap beberapa bulan sekali Kartu UIT Akan actualizado el día berlakunya masa. Namun, sebagai pengungsi saya tidak Boleh mencari kerja sama sekali di sini. Makanya saya mengandalkan kiriman uang dari Saudara di Pakistán dan di Australia Untuk bertahan hidup sehari-Hari, tutur Musa yang Kini tinggal di Jalan Hankam, Cisarua. Proses yang dilalui Musa UIT disebut sebagai penentuan estado pengungsi. Setelah melakukan pendaftaran, párrafo Pencari suaka Akan diwawancara oleh pihak bersama ACNUR dengan seorang penerjemah. Di Sana, Akan ditentukan estado mereka sebagai pengungsi atau Bukan, tergantung pada alasan atau kasus yang melatarbelakangi Untuk mencari suaka. Setelahnya, ACNUR Akan memberikan Perlindungan dan mencarikan Solusi jangka panjang dentro bentuk penempatan di Negara permanecido yang berpotensi menerima pengungsi. Paling cepat de Dapat Izin Untuk menetap di negara yacido setahun UIT. Hal UIT karena jumlah pengungsi yang minta suaka UIT Banyak sekali, dan ACNUR juga kelihatannya kurang orangután Untuk menangani UIT semua, kata Musa. Lamanya waktu yang dibutuhkan Untuk mendapat Izin Perlindungan dari ACNUR membuat párrafo pengungsi Kerap hidup dentro ketidakpastian Selama bertahun-Año di Indonesia. Oleh karena UIT, Banyak yang memilih Untuk menyeberang secara Langsung dengan menggunakan perahu ke Australia. Para manusia perahu tersebut berharap bisa di diterima secara mudah Australia. Salah satunya karena Australia telah menandatangani dan meratifikasi Konvensi PPB Año 1951 tentang pengungsi. Di Sana, disebutkan bahwa penanda Tangan konvensi Harus menerima Pencari suaka yang datang tanpa visa sekalipun. Lebih Lanjut, seseorang tidak de Dapat mengajukan estado pengungsi ketika ia masih berada di negara asalnya. Maka, de Dapat disimpulkan bahwa manusia perahu yang datang menyeberangi Lautan tidak bisa dianggap ilegal. Oleh karena itulah, lama sejak Australia telah objetivo menjadi incaran párrafo Pencari suaka yang berharap de Dapat memulai hidup baru di sana. Masalahnya, párrafo Pencari suaka Kerap diusir paksa angkatan Laut Australia ke Indonesia. Oleh karena UIT, mau mau tidak Indonesia jadi pihak yang menanggung hidup mereka. Australia di Bawah kepemimpinan Abbott UIT hostil sangat. Para Pencari suaka UIT bisa Langsung diusir oleh kapal-kapal perang Australia. Pernah juga terjadi, otoritas Australia mengontak Badan SAR Nasional Indonesia Untuk yang membawa perahu pengangkut imigran Nelayan menyerahkan. Setelah UIT, mereka mendorong párrafo imigran ini hingga masuk ke Laut dan Segera Pergi begitu saja. Mau Mau tidak, Badan SAR Nasional Akan menyelamatkan mereka dan membawanya ke Indonesia, Jelas Hikmahanto Juwana, pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia. Namun setelah sampai di Indonesia, nyatanya párrafo Pencari suaka ini juga Kerap mendapat Tindakan semena-mena. Hasil RISET Human Rights Watch pada Juni 2013 Lalu bahkan juga mengungkapkan berbagai Tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh párrafo Petugas imigrasi Indonesia. Entah orangután dewasa ataupun anak Kecil (yang mencari suaka) menggambarkan bagaimana párrafo Penjaga menendang, memukul dan menampar mereka atau Tahanan lainnya. Beberapa bahkan melaporkan bahwa Penjaga mengikat atau menyumpal párrafo Tahanan, memukulnya dengan tongkat, membakar mereka dengan rokok dan menggunakan ALAT kejut Listrik mereka pada, tulis Human Rights Watch dentro de un situs resminya. Bahkan Saat ACNUR telah mengidentifikasi mereka sebagai pengungsi, pihak Indonesia Kerap menolak Untuk melepas mereka dari tempat Tahanan, dan mereka juego de palabras dianggap tak berhak sama sekali Untuk berada di negara tersebut. Hal senada juga diungkapkan Ali (26), imigran asal Afganistán yang Selama setahun terakhir telah menetap di Cisarua. Saya Suka dengan orangután orangután di Indonesia, ramah mereka. Tapi saya Benci dengan polisi Indonesia, Ujar Ali. Saya Sempat beberapa kali ditangkap polisi Indonesia Saat Sedang berjalan-Jalan Sendirian. Saya sudah menunjukkan Kartu identitas Pencari suaka dari ACNUR, TAPI mereka tidak Peduli. Saya dianggap sebagai imigran gelap yang ilegal tinggal secara. ditangkap Saat, mereka Kerap mengambil uang yang saya punya, kata Ali Lagi. Ironis, ketika párrafo Pencari suaka mencoba Kabur dari negaranya yang penuh konflik, mereka justru ditolak dan disiksa di-mana mana tanpa kejelasan Akan nasib estado de Dan. Bagai keluar dari mulut buaya Untuk masuk Singa ke Kandang. Namun, tak semua Pencari suaka menyadari hal ini. Mereka tetap menganggap bahwa damai Akan menyerta setibanya di negara tujuan seperti Australia. Kalau sudah begini, kedamaian macam apa yang sesungguhnya dicari, bila párrafo pencarinya saja tak mengerti apa yang terjadi. Baca juga Cisarua: Surga Para IMIGRAN NB: Tulisan yang sama juga dimuat di majalah Geo tiempos edisi 12 Mei 2014 Cisarua pada tengah hari / Viriya Paramita Mustofa Bingung kepalang Bukan. Suatu mallam, pembantu cantó pemilik kontrakan datang mengetuk kamarnya. Ia memaksa masuk dan bersikeras mengajak Mustofa Untuk berhubungan badán. Pría asal Afganistán tersebut menolak dengan Keras. Namun si pembantu justru menyebarkan ISU bahwa dirinya hamil karena peristiwa mallam UIT. Sebagai orang yang asing bahasa Indonesianya saja belum lancar, Habis Mustofa Akal. Untung saja Saat UIT Deden Supriatna (43), adik dari cantó pemilik kontrakan, mencoba melerai. Sejak kedatangan Mustofa dan ibunya pada 2000 ke Cisarua, Deden memang sering bertukar obrolan dengannya. Deden bahkan juga mengajarkan Mustofa soal tata krama dan memperlancar penguasaan bahasa Indonesianya. Maka, Saat kasus tersebut mencuat, entre otras cosas, tergerak membantu Untuk cantaron kawan. Kejadiannya sudah berlangsung Tres bulan destacada, baru si pembantu UIT melapor. Teman saya ini, si Mustofa, Bilang kalau dia tidak melakukan apa di Malam UIT. Lalu bagaimana Caranya dia bisa hamil kata Deden. Lucunya, bukannya perempuan diperkosa Laki-laki. Ini justru Laki-laki diperkosa perempuan. Akhirnya, Deden mengusulkan agar SI pembantu melakukan TES urín di bidan terdekat. Awalnya perempuan tersebut menolak, TAPI setelah dipaksa akhirnya barulah terkuak bahwa ucapannya tidak benar. Hasil tesnya Negativo dan ia dinikahi hanya Ingin oleh cantó PRIA Afganistán. Kehadiran párrafo Pencari suaka asal Timur Tengah memang Kerap menimbulkan gegar budaya bagi masyarakat Cisarua, Bogor. Orang imigran ini Kerap dianggap ganteng-ganteng setempat oleh masyarakat. Mereka tidak bisa membedakan UIT dari Pakistán, Afganistán atau dari mana. Penduduk lokal jadi Suka sama mereka AGRESIF Dan. Dari kacamata orangután lokal mereka kelihatan Keren. Karena UIT mereka jadi sangat mudah mendapat lokal Wanita, Ujar Heddy Shri Ahimsa-Putra, Guru Besar Antropologi Universitas Gadjah Mada. Musa (22), Salah satu Pencari suaka lainnya asal Pakistán juga mengungkapkan hal senada. Walau baru menetap di Jalan Hankam, Cisarua, Selama Kira-Kira bulan Tres, ia telah mendengar berbagai Cerita Negativo soal pendatang asing di sana, khususnya yang berasal dari Afganistán. Saya mendengar kabar kalau párrafo pengungsi di daerah Bogor mau diusir karena berbagai kelakuan Negativo para pengungsi dari Afganistán. Entah benar atau tidak. Namun saya dengar memang párrafo pengungsi dari Afganistán Kerap kedapatan minio-minio Minuman Keras Serta membawa Wanita ke tempat tinggalnya walau sesungguhnya tidak semua seperti UIT, kata Musa. Lanjut Lebih, kendala bahasa juga menjadi penyebab sulitnya adaptasi berlangsung Antara párrafo pendatang asing dan masyarakat setempat. Banyak Pencari suaka yang hanya bisa berbicara dengan bahasa ibunya. Bahasa Inggris saja-tersendat sendat, apalagi indonesio. Hal Inilah yang dirasakan Asadullah (18), Pencari suaka asal Afganistán yang Kini menetap di sebuah kontrakan di Jalan Ciburial, Cisarua. Asadullah tinggal di sana bersama Cuatro orangután senegaranya Rekan. Saat ditanya soal alasannya datang ke Indonesia, entre otras cosas, menjawab hanya, La guerra. Namun, ketika ditanya Lebih Lanjut soal perang yang dimaksud, bergumam entre otras cosas, no sé. Entah karena kebingungan menjelaskan panjang pas-pasan Lebar dengan bahasa Inggris atau ia malas mengingat kembali memori Buruk yang terjadi di Masa Lalu. dipahaminya hanya sedikit kata dentro de un indonesio yang. Ia hanya menguasai kata kata-yang Umum digunakan dentro keseharian seperti terima kasih, apa Kabar dan kiri yang digunakannya Saat Ingin turun dari Angkutan umum. Hal Inilah yang mendorong Servicio Jesuita a Refugiados Yayasan (JRS) Untuk mengadakan Kelas bahasa Inggris di Cisarua. JRS sendiri Pertama kali masuk ke Indonesia pada 14 de noviembre de 1980. Selama ini mereka bertugas mendampingi dan membela hak párrafo pengungsi yang ada di Kamp pengungsian, Kawasan perkotaan maupun di rumah-rumah detensi imigrasi. Lanjut Lebih, Pelayanan JRS berkembang menjadi pendampingan párrafo Pencari suaka di rumah detensi imigrasi Medan (2009) dan Surabaya (2012) Serta párrafo Pencari suaka di Cisarua (2010). Kelas bahasa Inggris di Cisarua, tepatnya di hotel Kenanga, Cibubutan, dibuka agar párrafo pengungsi tersebut bisa berkomunikasi Serta beradaptasi dengan baik di Lingkungan sekitarnya. Pengajarnya juego de palabras berasal dari párrafo Pencari suaka UIT sendiri. Hal ini dilakukan juga Untuk mengisi waktu bagi párrafo Pencari suaka yang dilarang bekerja atau mencari nafkah di Indonesia. Para imigran pengajar di Kelas bahasa Inggris Servicio Jesuita a Refugiados (JRS), Cisarua / Felix Jody Kinarwan Salah satu pengajar di sana adalah Ali (26) pengungsi asal Afganistán. Ali telah Pergi mencari suaka bersama Kedua orangtuanya sejak ia berusia 5 Año. Sejak UIT, entre otras cosas, Sempat berkeliling ke belasan negara, seperti Irán, Turki, Yunani, Perancis dan Norwegia. Ia Sempat dideportasi ke ke Afganistán sebelum menyeberang negara Tetangga: Pakistán. Di Sana, ayahnya terbunuh dentro perang pada 2002. Enam Año kemudian, giliran ibunya yang dijemput ajal karena memang sudah uzur usianya. Sejak UIT, Ali berkelana Sendirian. Ia Sempat Pergi ke Tailandia, Malasia dan Indonesia Untuk melanjutkan misi mencari suaka. Pada pertengahan 2013 Lalu Ali juga Sempat menjadi manusia perahu. Ia membayar jasa agen PRIA asal Afganistán sebesar 4.000 dólar como Untuk naik perahu bersama 54 orangután lainnya Untuk masuk ke Australia. Namun, Bukan Sejahtera, justru Petaka menyambangi. Ada 55 pengungsi yang berdesakan di perahu UIT. Kami Berlayar Selama 30 mermelada. Lalu setelah Badai ada dan Masalah teknis di perahu, cantó kapten asal Indonesia Bilang dia Akan Pergi mencari Bantuan. Dia naik perahu Kecil dan Pergi begitu saja. Namun dia tidak pernah kembali, Ujar Ali. Akhirnya, Ali Dan párrafo penumpang yacido terombang-ambing Selama kurang Lebih 12 atasco di atas perairan yang tak mereka kenal, tanpa kapten kapal. Mereka juego de palabras berusaha Untuk mencari Bantuan dengan menelepon Tim SAR Indonesia dan Australia. Untung saja Tim SAR Indonesia datang menyelamatkan dan membawa mereka ke tempat penampungan di Merak, Banten. Di tempat Tahanan UIT kita bisa hidup kalau punya uang Banyak. Dentro de satu Hari, satu orangután cuma diberi makan nasí sebanyak satu gelas teh. Kalau kita mau nambah Porsi satu gelas teh Lagi, Kita Harus bayar 25 ribu rupia. Saya Sempat coba meminta Penjaga Untuk membelikan rokok, TAPI saya diminta membayar 100 ribu rupia, Ujar Ali Lagi. Setelah Hari sembilan, Ali akhirnya nekat Kabur dari tempat tersebut dengan melompat dari Jendela setinggi 15 metros. Kemudian, nunca mejor IA menetap di Cisarua hingga Saat ini. Cisarua memang merupakan Salah satu tempat berkumpulnya párrafo Pencari suaka di Indonesia. Umumnya mereka datang ke sini sebagai tempat tránsito sebelum menyeberang ke negara tujuan sebenarnya: Australia. Cisarua, menjadi tempat ideales Untuk menetap karena lingkungannya yang dianggap mendukung. Ada Banyak sesama imigran yang tinggal di sana, Sejuk cuacanya, dan biaya hidupnya cenderung Lebih murah dibandingkan Kota Kota-besar lainnya seperti Jakarta. Biasanya saya beli bahan makanan mentah dan memasaknya sendiri di rumah. Selain Lebih murah, saya juga kurang Suka makanan yang dimasak dengan terlalu Banyak gula, kata Musa yang Harus membayar Rp 200.000, - por bulan Untuk tinggal di kosannya. UIT Selain, hal permanecido yang menyulitkan párrafo pendatang tersebut adalah larangan Untuk bekerja atau membuka tempat Usaha dengan estado pengungsi yang mereka Sandang. Mereka memang wajib melapor pada Badan Urusan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (ACNUR) Untuk Didata dan diwawancara soal alasannya mencari suaka. Maka, mereka hanya bisa mengandalkan kiriman uang dari kerabat atau Saudara di negara asalnya Untuk bertahan hidup sehari-Hari. Beda halnya dengan pengungsi di Bawah umur 18 Año yang mendapat dana tunjangan dari ACNUR. Kalau tidak Salah párrafo pengungsi Anak-anak UIT mendapat tunjangan sebesar Rp 800.000, - por bulannya, Ujar Musa kembali. Hal ini akhirnya memancing kejenuhan dentro de un párrafo diri imigran tersebut. Mereka tak bisa bekerja, padahal Izin Untuk mendapat Perlindungan internasional dari ACNUR bisa turun tanpa kejelasan waktu, dari palidez Cepat satu Tahun hingga waktu yang Terbatas tak. Ida Ruwaida Noor, asal sosiolog Universitas Indonesia, mengatakan bahwa pertemuan berbagai Kelompok dengan Latar Belakang etnis atau negara berbeda di Cisarua Akan menstimuli terjadinya adaptasi sosial. Persoalannya, daya adaptasi sosial Masing-Masing Kelompok dipengaruhi oleh persepsi atau Cara pandang mereka atas Kelompok permanecido terbangun yang juga akhirnya memengaruhi pola interaksi yang. Awalnya, interaksi mereka Lebih bersifat fungsional atau utilitaria, yakni Pencari suaka mencari rumah tinggal sementara. Di Lain pihak, penduduk lokal Lebih melihat Pencari suaka sebagai pendatang yang membawa benefician y economía. Apa Lagi sumber y economía lokal Kini Semakin Terbatas, tutur Ida. Namun dentro perkembangannya setelah párrafo Pencari suaka tinggal Selama bertahun-Año, maka interaksi yang ada berkembang menjadi relasi yang juga inheren dengan dimensi sosial, budaya dan bahkan politik. Di sinilah potensi terjadinya gesekan sosial Muncul. Menurut saya, gesekan ini dimungkinkan karena Pencari suaka Semakin lama cenderung jadi pihak yang Lebih dominan, karena uangnya telah menjadi sumber Daya yang MAMPU mendominasi penduduk lokal. Bahkan bisa menikahi beberapa perempuan lokal, Meski hanya sebatas nikah Siri, Ujar Ida kembali. Lanjut Lebih, Ida dan Heddy sama-sama Sepakat bahwa Pemerintah Harus melakukan sesuatu Untuk mencegah membludaknya imigran asing di Indonesia. Menurut Heddy, bila Terus dibiarkan begitu saja, berbagai Masalah Akan Muncul, dari Skala lokal hingga Internasional. Hal ini bisa menunjukan citra yang Salah soal Indonesia mata di dunia Internasional. Karena, jadinya seakan-Akan pihak imigrasi kita mudah sekali kebobolan, Ujar Heddy. Baca juga Pencari Suaka: Mengapa Mereka Hiyrah NB: Tulisan yang sama juga dimuat di majalah Geo tiempos edisi 12 Mei 2014. Archivos Calendario Mi Instagram recientes Mensajes Top Posts




No comments:

Post a Comment